Teng, teng, teng, Lonceng sekolah
berbunyi tiga kali. Bunyi lonceng yang terbuat dari velg ban truk pengangkut
barang memang terdengar asing ditelingaku. Bunyi lonceng yang tidak sekeren
lonceng masa kini itu merupakan menandakan awal perjalananku. Ya, itu adalah
hari pertamaku masuk sekolah dasar. Sekolah yang berada didaerah pelosok namun
tidak jauh dari keramaian warga. Hampir setiap pagi kecuali hari libur, aku
selalu mendengar bunyi lonceng itu. Bahkan, saat kelas dua, bunyi lonceng itu
terdengar begitu keras. Hal itu karena kelasku yang terletak sangat dekat letak
lonceng.
Cerita lonceng dari velg truk
pengangkut barang itu mengajariku tentang betapa kayanya negeri ini. Aku kira
disekolah hanya belajar berhitung, membaca, dan menulis. Namun dugaanku salah
besar ketika aku tamat dari sekolah dasar itu. Aku baru sadar ternyata
pelajaran yang diajarkan di sekolah itu terselip ilmu yang sulit diterima oleh
banyak orang. Ilmu mencintai Indonesia kuberi namanya. Ilmu itu tidak akan
pernah muncul di ujian semester maupun ujian nasional. Mungkin hal itu yang
mebuat orang lain beranggapan bahwa ilmu itu tidak penting.
Ilmu mencintai Indonesia tidak
pernah muncul di pelajaran matematika maupun IPA sekolah dasar. Namun ilmu itu
muncul ketika aku dan warga sekolah lainnya mengikuti prosesi upacara bendera.
Dalam prosesi itu, kita (aku dan warga sekolah) dituntut untuk menghargai
betapa sulitnya pahlawan nasional melakukan upacara bendera. Salah satu sikap
menghargai itu dapat dilakukan dengan menghapal lagu wajib nasional.
Lagu wajib nasional di sekolah dasar
memang hanya dinyanyikan pada saat
upacara bendera dan pelajaran kesenian. Namun aku baru sadar arti sebuah lagu
wajib nasional itu ketika 2 tahun tidak pernah ikut upacara disekolah. Lagu itu
memiliki filosofi yang dalam menurutku dan menurut para pahlawan. Lagu itu
menggambarkan kisah para pahlawan dalam mengusir para penjajah negeri ini.
Selain itu, lagu wajib nasional menyadarkanku untuk selalu mencintai dan
mengabdi pada negeri ini. Setelah kesadaran itu muncul, aku selalu terpatri dan
terketuk hati untuk mendalami arti dari lagu wajib nasional.
6(enam) tahun sudah aku menimba ilmu
di sekolah dasar dengan bunyi lonceng yang akrab ku dengar setiap pagi
disekolah. Akan tetapi, untuk meningkatkan level ke-Indonesia-anku tidak hanya
terbatas pada lagu wajib nasional. Beranjak masa putih-biru, level itu
meningkat sejalan dengan lebih mendalamnya ilmu mencintai Indonesia yang
kudapat. Pada tingkat sekolah ini, aku diajari bagaimana memahami nilai budaya
yang dimiliki bangsa ini. Memang sih ilmu itu terselip di pelajaran kesenian
dan sejarah, tetapi hanya segelintir orang yang memahami ilmu mencintai
Indonesia itu.
“Aku sangat bangga kawan dapat
belajar budaya Indonesia di sekolah ini” ujarku pada teman sebangku. “Mengapa
kau begitu bangga? menurutku biasa saja”balasnya dengan nada rendah.”Kau akan
mengalami kebanggaan sepertiku jika kau telah menyadarinya” Jawabku menutup
perbincangan sebelum pelajaran kesenian dimulai.
Menghapal lagu wajib nasional dan
mengenal budaya Indonesia merupakan segelintir ilmu mencintai Indonesia yang
aku dapat di masa SMP. Lebih dari itu, banyak lagi ilmu mencintai Indonesia
yang akan kudapat kelak, bahkan sampai ku menutup usia nanti.
Sekolah di pelosok membuatku
tertinggal dengan kemajuan teknologi. Itulah alasan mengapa aku memilih untuk melanjutkan
pendidikan di kota. SMA di daerah ku memang tidak secanggih dan serba teknologi
seperti yang ada dikota. Jadi, ketika aku berada di salah satu sekolah favorit
di kota yang letaknya 4 jam dari rumahku, aku terdiam. Pertama kali aku
menapakkan kaki ditempat ini setelah melalui proses yang begitu panjang, aku
termenung sejenak. Dengan cara apa aku bisa mendapatkan ilmu mencintai
Indonesia di sekolah ini? Apakah dengan belajar ilmu kesenian dan ilmu sejarah
juga? Tentu tidak pikirku. Apa bedanya ketika berada di desa jika hanya dengan
cara itu aku dapat ilmu mencintai Indonesia? .
Sekolah di kota membuat perbedaan
dalam pola pikirku. Dengan teknologi informasi yang serba canggih serta teman
yang lebih berwawasan luas, aku mendapatkan banyak cara untuk mempelajari ilmu
mencintai Indonesia. Sekolah yang terfasilitasi ruang komputer tersambung
internet, disinilah aku mulai mengenal dunia internet. Dunia yang bisa
mendekatkan segala informasi yang letaknya sangat jauh sekalipun.
Selama satu semester, aku masih
beradaptasi dengan lingkungan sekolah yang sangat berbeda dengan sekolah
didesa. Selama itu pula aku belum mendapatkan ilmu mencintai Indonesia yang aku
harapakan. Akhirnya di semester kedua, aku mendapatkan titik terang. Lelaki tua
bergelar S.pd bernama pairin telah menunjukkannya titik terang itu.
Suatu
sore, aku yang masih sibuk belajar di depan kelas ketika jam sekolah telah
berakhir, tiba-tiba aku dihampiri oleh lelaki tua itu. Rupanya dia diam-diam
mengamatiku sejak lama dan menganggapku anak yang punya kreativitas yang
tinggi. “kok kamu belum pulang nak? Jam sekolah kan sudah berakhir dari tadi” Tanya
lelaki tua itu. “Ini pak, ada tugas yang harus aku selesaikan” jawabku sambil
menunjuk buku yang aku kerjakan.”Bagus…Semangat ya nak” tungkasnya
menyamangatiku. ”Siap pak..” balasku sambil tersenyum
Keesokkan
harinya, aku bertemu kembali dengan lelaki itu ketika makan siang di kantin
sekolah. Kebetulan aku berada tepat dihadapan lelaki itu ketika makan. Makan
sambil mengobrol santai, itulah yang terjadi saat itu. Akan tetapi, dalam
obrolan itu terselip sebuah ajakannya kepada untuk mengikuti sebuah perlombaan.
Perlombaan yang diadakan dipulau seberang, tempat yang pernah aku singgahi
sebelumnya. Perlombaan itu berupa lomba karya tulis antar siswa SMA
se-Indonesia. Mendengar hal itu, tanpa pikir panjang aku pun menerima ajakan
lelaki tua itu.
Setelah
pertemuan itu, setiap jam istirahat aku sempatkan diri untuk bertemu lelaki itu
untuk membicarakan lomba yang akan diikuti. Bersama dua siswa lainnya, aku
tergabung dalam tim yang akan mewakili sekolah dalam kompetisi itu. Beberapa
minggu telah dilalui untuk mempersiapkan lomba itu dan tiba saatnya perlombaan
itu dimulai.
Malam
hari sebelum keberangkatan keesokkanya, aku termenung sambil bersyukur atas apa
yang aku dapatkan saat ini. Pikiranku terpenuhi oleh perjalanan esok hari untuk
pergi ke pulau seberang. Hal ini merupakan hal yang menakjubkan bagiku. Dalam
pikiranku terlintas bahwa untuk mencintai Indonesia, tidak hanya diperlukan
bekal pengetahuan, tetapi harus menjelajahinya. Sejak itu, prinsip untuk
menjelahi Indonesia selalu terisi dalam bongkahan semangatku setiap hari.
Hari
demi hari kulalui dengan prinsip itu. Terlebih saat aku telah pulang dari pulau
seberang dengan membawa trofi kemenangan yang mengharumkan nama sekolahku. Kemenangan
itu telah merubah semangat biasa menjadi semangat Indonesia. Setiap ada lomba
yang diadakan di berbagai nusantara, aku coba untuk ikuti. Kreativitas telah
membuatku untuk memunculkan ide brilian yang kutuangkan dalam sebuah karya
tulis.
Selama
tiga tahun menempuh pendidikan di SMA, aku menjadi salah satu siswa yang terkenal
karena sering memenangkan berbagai kompetisi. Mulai dari ujung Sumatra sampai
pulau papua telah aku singgahi ketika mengikuti kompetisi. Berbagai trofi atas
peranku telah banyak memenuhi lemari trofi di sekolah.
Namun
bukanlah sebuah trofi ataupun kegaguman orang lain terhadapku yang aku
pikirkan. Lebih itu, sebuah prinsip menjelahi Indonesia telah sangat
meningkatkan level ke-Indonesia-anku.
Level ini tidak akan berada ditahap ini jika aku tidak memilih untuk
menelusuri dunia perantauan. Selain itu, berkat pertemuan dengan lelaki tua itu
dikantin sekolah telah memunculkan prinsip menjelahi Indonesia.
Pola
pikir untuk menjelahi Indonesia membawaku untuk melanjutkan pendidikan yang ada
di pulau seberang. Aku menempuh pendidikan kuliah di sebuah tempat dimana
pertama kali aku memenangkan trofi ketika aku duduk dibangku SMA. Meskipun
tidak mudah bagiku untuk kuliah ditempat itu karena orang tuaku tidak
mengizinkanku untuk kuliah terlalu jauh. Namun setelah aku memberi alasan yang
meyakinkan, akhirnya orang tuaku merelakan perjalanan pendidikanku ke pulau
seberang.
Ketika
masuk di universitas tersebut, aku bisa berteman dengan orang dari berbagai
pelosok nusantara. Mulai Sumatra, jawa, bali, Kalimantan, Sulawesi, dan papua
semuanya tertampung disini. Bahkan aku sempat berpendapat bahwa tempat ini
merupakan Indonesia mini karena orang-orang dari penjuru nusantara ada disini. Disini,
Aku memiliki teman dekat yang berasal dari daerah Sulawesi dan bali. Aku dan
dua temanku pun saling bertukar cerita tentang daerah masing-masing. Dari
perbicangan itu, level ke-Indonesia-anku kembali naik meskipun hanya sedikit.
Kreativitas
yang aku tanam sejak SMA tertular sampai perguruan tinggi. Akan tetapi, bukan
melalui karya tulis maupun prestasi akademik. Kreativitas tertanam dibenakku
yaitu dengan menjelajahi Indonesia lebih dari biasa. Kreativitas itu membuatku
bergabung disebuah klub mapala (mahasiswa pencinta alam). Aku tidak peduli seberapa
jelek anggapan orang lain tentang mapala. Tujuanku untuk masuk klub tersebut hanya
satu, yaitu mendapat Ilmu mencintai Indonesia dengan prinsip menjelajahinya.
Selama
dunia perkuliahan, aku telah banyak menelusuri alam Indonesia yang
sesungguhnya. Alam yang membuat bangsa lain sangat iri akan keindahan alam ini.
Alam yang sangat berpengaruh besar terhadap kondisi dibumi ini. Alam yang tidak
didesain dengan teknologi canggih seperti yang ada di Negara tetangga. Alam
yang banyak orang Indonesia ingin tahu tetapi mereka tidak tahu bagaimana cara
untuk mengetahuinya. Alam dengan tanah yang subur serta kekayaan fauna dan
flora yang beraneka ragam. Alam yang mulai dari dataran tertinggi sampai laut
terdalamnya memberi nuansa yang luar biasa. Alam yang dapat meningkatkan level
ke-Indonesia-anku sampai batas maksimal.
Setelah
menelusuri keindahan alam itu, aku menyadari betapa tidak bersyukurnya
segelintir orang yang rela meninggalkan negeri ini karena ingin hidup enak di
negeri orang. Aku menyadari bahwa negeri ini diisi oleh segelintir manusia yang
hanya kagum dengan adanya salju dinegeri seberang tanpa mengagumi istimewanya
bumi pertiwi ini. Aku pun tidak memaksakan bahwa pemerintah dengan kesibukannya
harus menjelajahi bangsa ini. Hanya satu harapanku terhadap pemerintah, jangan
kau jual keindahan nusantara ini dengan dengan iming-iming yang masih bisa
dihitung nilainya.
Aku
pun bersyukur kepada sang maha pencipta yang telah menciptakan negeri ini
berbeda dengan lain. Aku bersyukur telah disadarkan untuk menjadi anak rantau
agar dapat mendapatkan ilmu mencintia Indonesia yang maksimal. Aku juga sangat
bersyukur telah diarahkan ke jalan yang tepat untuk mendapatkan level
ke-Indonesia-an yang maksimal.
Inilah
caraku untuk mempelajari ilmu mencintai Indonesia. Aku sangat bersyukur, bahkan
kesyukuranku yang tidak dapat kudefinisi. Mulai dari keindahan eksotik yang
berada di pulau komodo sampai dengan daratan tertinggi dipulau jawa yaitu
mahameru telah aku nikmati. Keindahan eksotik yang tidak semua orang Indonesia
dapat merasakannya. Keindahan alam bawah laut yang terpancar dari keanekaragam
hayati bawah laut yang sangat beragam. Panorama samudra di atas awan pun tidak
luput dalam perjalananku untuk meningkatkan level ke-Indonesia-an. Hanya satu
pesanku buat pemilik KTP Indonesia, “Sadarlah wahai saudara setanah air, bahwa
Indonesia sangatn indah untuk kau nikmati langsung tanpa harus memikirkan
keindahan salju dari Negara lain”.